
Anak-anak bermain ditengah banjir |
Banjir seperti sudah menjadi bencana tahunan yang harus di hadapi
warga Jakarta. Hampir setiap musim penghujan,Jakarta selalu tergenang. Pada 20
Februari lalu misalnya, Ibu Kota kembali di kepung banjir setelah hujan deras mengguyur kawasan
tersebut pada Sabtu dini hari, 20 Februari 2021. Sebagian wilayah Jakarta tergenang air. Paling parah terjadi di Jakarta Selatan.
Disana ada 11 Kecamatan, 22 Kelurahan dan 37 RW yang dilanda
banjir. Sedangkan di Jakarta Timur wilayah
dilanda banjir di 8 Kecamatan dan
21 Kelurahan.
Banjir juga terjadi di Jakarta
Barat. Setidanya ada 3 kecamatan, 9 kelurahan dan 13 RW yang
terendam. Begitu juga di Jakarta Pusat.
Hanya di sana hanya ada 1 kecamatan dan 3 Kelurahan serta 6 RW yang terdampak banjir. Soal
ketinggian air juga bervariasi. Mulai dari 40 cm hingga 200 cm. Bila di total secara keseluruhan ada sebanyak
193 RT dari total 30.470 RT yang terdampak
banjir. Sedangkan jumlah
pengungsi di seluruh DKI sebanyak 379 KK dengan total 1.380 jiwa.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, saat meninjau Pantau
Pintu Air Manggarai, 20 Feberuari lalu, mengungkapkan banjir yang terjadi disejumlah lokasi di Jakarta, disebabkan
karena curah hujan ekstrem pada Sabtu
dini hari, 20 Feberuari 2021 lalu. Sedangkan
kapasitas sistem drainase Jakarta itu berkisar 50 hingga 100 milimeter. “Bila
terjadi hujan di atas 100 milimeter per hari maka pasti terjadi genangan,"
kata Anies.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) menglansir data bahwa hujan dengan intensitas di atas
150 milimeter mengguyur Ibu Kota Jakarta pada Sabtu dini hari. Di Pasar Minggu
berdasarkan catatan BMKG itu curah hujan sampai 226 milimeter, di Sunter Hulu
197 milimeter, di Halim sampe 176 milimeter dan di Lebak bulus 154 milimeter. “Semua angka di atas 150 adalah kondisi
ekstrem," uja Anies.
Upaya Mengatasi Banjir
Sebenarnya Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta jauh-jauh hari telah berupaya
mengantisipasi banjir. Bahkan
pada 15 September 2020 Anies Baswedan telah mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 52 Tahun
2020 tentang Percepatan Sistem Pengendalian Banjir di Era Perubahan Iklim.
Melalui Ingub ini, Anies Baswedan
memerintahkan jajarannya, mulai dari lurah, camat, walikota hingga SKPD terkait
untuk melakukan percepatan dan peningkatan sistem pengendalian banjir yang
responsif dan adaptif
Selain itu berbagai program juga telah diluncurkan untuk mengantisipasi
banjir. Mulai dari pembangunan polder pengendalian banjir, revitalisasi pompa
pengendali banjir, pembangunan waduk pengendali banjir, peningkatan kapasitas
sungai dan drainase hingga pembangunan
vertikal drainase.
Untuk peningkatan
kapasitas sungai, Pemprov DKI Jakarta telah
melakukan pengerukan lumpur di sejumlah aliran sungai di Jakarta. Program
yang dinamai Grebek Lumpur ini sudah
dilakukan sejak Maret 2020 lalu.
Ada beberapa kali
besar yang tersebar di lima wilayah di
Jakarta yang menjadi sasaran program
ini. Di Jakarta Timur misalnya, pengerukan lumpur dilakukan
Kali Ciliwung segmen Kampung Melayu sampai Jembatan Tongtek sepanjang
5,3 kilometer. Di Jakarta Selatan, pengerukan Kali Ciliwung di segmen Jembatan Tongtek sampai pintu air Manggarai
sepanjang 2,7 kilometer.
Selanjutnya di Jakarta Pusat, pengerukan
di Kali Kanal Banjir Barat (KBB) segmen pintu air Karet sampai Jembatan Roxy sepanjang 13,9 kilometer. Sedangkan di Jakarta Barat, pengerukan di
Kali KBB segmen Jelambar sampai Season City
sepanjang 1,5 kilometer. Pengerukan lumpur juga dilakukan di Kali Adem
segmen Pantai Indah Kapuk (PIK) sampai Muara Angke sepanjang 3,2 kilomenter di
Jakarta Utara.
Tidak hanya grebek lumpur
yang menjadi andalan Pemprov DKI Jakarta, dalam pengendalian banjir. Pemprov
DKI juga akan membangun 47 polder. Saat
ini polder yang sudah terbangun sebanyak 31 lokasi. Selain itu juga dilakukan peningkatan kapasitas pompa
terhadap 10 polder yang sudah berfungsi. Total anggaran yang akan digunakan
untuk penanganan polder di Jakarta ini mencapai Rp 1,6 triliun.
Waduk juga menjadi
salah satu pengendali banjir di Jakarta. Sumber dari waduk ini adalah ruang
terbuka hijau yang terus diupayakan jumlahnya mencapai 5 persen dari luas lahan
di Jakarta yaitu 66,152 hektare (ha).
Sementara waduk yang sudah dibebaskan dan dibangun di Jakarta baru
sekitar 55,07 Ha; Pemprov DKI Jakarta masih punya pekerjaan rumah dengan harus
membangun waduk sekitar 16,34 Ha dari lahan yang sudah dibebaskan.
Tahun ini ada empat proyek yang direncanakan
rampung yakni pembebasan lahan waduk Pondok Rangon, Waduk Lebak Bulus, waduk
Cakung Semper Timur dan waduk Brigif. Sementara pada 2021 diagendakan
pembangunan waduk Pondok Rangon, Brigif, Lebak Bulus, Embung Wirajasa, dan penyelesaian
waduk cimanggis; Kp Rambutan; dan Sunter Selatan.
Selanjutnya pembangunan Waduk Brigif seluas 10
Ha, kini lahan yang sudah dibebaskan seluas 8 Ha dengan estimasi bisa memotong
debit banjir 20 persen Kali Sunter. Selanjutnya akan dibangun Waduk Lebak Bulus
dengan fungsi dapat memotong debit banjir aliran kali Grogol. Tahun ini diprioritaskan untuk pembebasan
lahan, sedangkan pembangunan fisiknya akan dilakukan 2021 dan diprediksi akan
selesai pada Maret 2022.
Penanganan banjir tentu saja bukan hanya tugas
pemerintah. Masyarakat juga berkewajiban menjaga ruang terbuka hijau dan
lingkungan yang mampu mengkoorinir aliran air yang jatuh dari hujan agar mampu
terseap kembali kedalam tanah.
Selama masa pemerintahan Gubernur Anies
Baswedan, Pemprov DKI Jakarta sudah menggencarkan pengembangan drainase
vertikal di wilayah perumahan untuk mengurangi dampak banjir lingkungan.
Ditargetkan hingga 2022 tersedia 300.000 titik. Lokasi pengelolaan air hujan di
sekolah, taman kota, masjid lingkungan kantor pemerintah, gedung pemda, kantor
kelurahan dan RPTRA.
Hasilnya dampak banjir berkurang dibandingkan
pada banjir awal tahun 2020 lalu. Dilihat
jumlah RW yang tergenang misalnya, pada banjir kali ini 113 RW.
Sedangkan banir pada 1 Januari 2020 sebelumnya ada 390 RW. Begitu juga jumlah
pengungsi korban banjir juga berkurang. Pada 20 Februari 2021 ada 3.311
orang.Sedangkan pada 1 Januari 2020 jumlah pengungsi sebanyak 36.445 orang,
Banjir Sejak Tarumanegara
Sebenarnya persoalan banjir di Jakarta bukan kali ini saja. Jakarta yang
terletak di dataran rendah, memang rawan banjir. Bahkan, sejak zaman kerajaan
Tarumanegara, daerah ini memang sering dilanda banjir. Peristiwa yang terjadi
belasan abad lalu tersebut setidaknya sempat terekam dalam Prasasti Tugu di
Jakarta Utara dan kini tersimpan di Museum Sejarah Jakarta.
Dalam prasasti tersebut disebutkan, Raja Purnawarman
yang memimpin kerajaan saat itu pernah menggali Kali Chandrabagha (Bekasi) dan
Kali Gomati ( Kali Mati di Tanggerang) sepanjang 12 km untuk mengatasi banjir.
Untuk keperluan tersebut, sang raja juga menyembelih seribu ekor sapi.
Bahkan banjir
juga telah memusingkan para gubernur
jendral Belanda. Dari Jan Pieterszoon Coen yang mendirikan kota di atas rawa
ini, sampai AWL Tjarda Van Starkenborgh Stachoewer juga gagal mengatasi
banjir di Jakarta yang dulu adalah Batavia. Setidaknya ada 66 gubernur
jendral Hindia Belanda yang pernah berkuasa di Batavia, tiga wali kota dan 13
gubernur, tapi banjir belum sekalipun beranjak dari Jakarta.
Sejumlah
catatan sejarah, menunjukan, banjir
paling besar di Batavia terjadi pada 1872. Banjir tersebut menyebabkan pintu
air di depan Masjid Istiqlal saat ini jebol. Saat itu luapan Sungai Ciliwung
merendam pertokoan serta hotel di Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Begitu pula
Harmoni, Rijswijk (Jalan Veteran) dan Noordwijk atau Jalan Juanda
kini. Semuanya tidak dapat dilalui kendaraan.
Pada 1895 Pemerintah Hindia Belanda pernah merancang
desain besar untuk menanggulangi banjir di Batavia. Desain besar saat itu
mencakup pembangunan yang menyeluruh dari daerah hulu di kawasan puncak
hingga hilir di daerah Estuaria di utara Jakarta.
Banjir besar juga pernah terjadi di Jakarta pada 1932.
Banjir terjadi pada 9 dan 10 Januari 1932 itu disebabkan oleh hujan yang
turun selama dua hari dua malam dengan curah hujan mencapai 150 mm/hari. Akibat
banjir tersebut mereka yang tinggal di Jalan Sabang dan sekitarnya tidak bisa
keluar rumah. Mereka tinggal di atap-atap rumah. (wid)