
![]() |
Bupati Benny Laos saat mengikuti FGD RTRW yang diselenggarakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. |
Untuk itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian dan Tanah dan Ruang menggelar Focus Group Discussion (FGD). Diskusi kelompok terpumpun yang digelar bersama dengan Pemda Morotai terselenggara di Hotel Ambarawa, Jakarta.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Rakor awal Fasilitasi Penertiban Pemanfaatan Ruang Kab. Pulau Morotai yang digelar 16 Juli 2020 secara virtual.
Kita ketahui, Morotai diberi “mandat” sebagai lokus dari enam kebijakan strategis nasional yaitu, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); Kawasan Strategis Nasional; Kawasan Strategis Pariwisata Nasioanl; Kawasan 3T; Sentra Kelautan dan Perikanan terpadu; dan Kawasan Perbatasan. Semua mandatori ini berimplikasi pada pemanfaatan ruang.
Sementara, luas Kabupaten Pulau Morotai berkisar 4.301,53 KM2. Dengan luas daratan hanya 2.330,60 KM2 serta luas wilayah laut (4 mil) 1.970,93 KM2. Jika kita menilik Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2014 tentang KEK Morotai, maka untuk satu mandatori KEK sahaja, membutuhkan lahan konsesi hingga 1.101,76 Ha. Belum termasuk mandatori-mandatori lainnya.
Bupati Morotai Benny Laos yang juga salah satu peserta FGD menuturkan keinginannya akan sebuah rencana tataruang yang relevan hingga lima puluh tahun mendatang. Menurutnya, “ironis jika ruang yang semakin hari kian terbatas, sementara (pekerjaan pemerintah) hanya tambal-sulam."
Dalam pandangan Pemda Morotai, sebagaimana yang disampaikan Bupati, bahwa sementara ini masih terjadi ketidaksingkronan dokumen RTRW yang dibuat oleh Kabupaten dan RTRW Kawasan Perbatasan. Sehingga menurut Bupati, tidak perlu saling menyalahkan.
“Mari kita perbaiki struktur (peraturan tata ruang-ed) sehingga bisa menjadi blue-print yang lebih baik dan terarah," pungkas Benny Laos. (KM)