
![]() |
AsdepSDM dan Energi Non Konvensional Amalyos sedang meninjau LTSHE di Lombok. |
Lombok - Dalam
rangka pemantauan Target Rasio Elektrifikasi 99,9% Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) melalui
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa melaksanakan
Monitoring dan Evaluasi Program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE)
Tahun Anggaran 2019 di Lombok.
Kegiatan
monitoring tersebut dilaksanakan pada 13 – 15 November 2019. Program
LTSHE merupakan pra elektrifikasi sekaligus mitigasi dari pemenuhan
komitmen Indonesia pada Kesepakatan Paris dimana Indonesia menegaskan
akan mengurangi emisi karbon melalui konservasi dan efisiensi energi dan
pemanfaatan energi baru terbarukan yang mudah diakses.
“Kalau
dilihat dari aksesibilitas seperti yang kita lihat saat pemantauan
tadi, sulit bagi PT. PLN untuk membangunn jaringan transmisi. Salah-satu
sumber energi lokal yang paling banyak adalah sinar matahari, sehingga
dapat dimanfaatkan lewat program LTSHE itu” jelas Asisten Deputi Sumber
Daya Mineral dan Energi Non-Konvensional, Amalyos.
Menurutnya,
program ini didorong karena banyaknya lokasi di Indonesia yang belum
mendapat akses listrik dikarenakan akses ke daerah-daerah yang belum
memungkinkan untuk membangun jaringan listrik.
Asdep
Amalyos menambahkan bahwa instalasi unit lampu LTSHE yang dibagikan ini
sangat praktis untuk dilakukan, selain itu, panjang sirkuit sekitar
30cm memudahkan untuk dibawa dan dipasang ke daerah pelosok.
“Keterbatasan
kita saat mengenalkan inovasi baru ke masyarakat di daerah terpencil
adalah terkait transfer teknologi. Namun pemasangan LTSHE yang simple,
maka mudah untuk dipahami masyarakat,” kata Amalyos.
Lebih
lanjut ia menjelaskan bahwa program tersebut efektif dijalankan sejak
tahun 2017 melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 47 Tahun 2017
tentang Penyediaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi Bagi Masyarakat yang
Belum Mendapatkan Akses Listrik diterbitkan. Kemenko Maritim dan
Investasi (Kemenko Marves) juga berkoordinasi dengan Kementerian Dalam
Negeri untuk ikut membantu sinkronisasi data penduduk yang berhak untuk
mendapatkan bantuan.
“Di
situ peran Kemenko Marves sudah mulai masuk mengusulkan. Selama
diadakan Rapat Koordinasi diketahui banyak daerah-daerah yang
menyampaikan wilayahnya tidak ada listrik karena belum ada transmisi
PT. PLN di wilayahnya. Selain itu karena lokasinya memang terpencil
sehingga susah juga bagi PT. PLN untuk membangun jaringan transmisi,
sehingga koordinasi sangat diperlukan untuk memastikan program ini tepat
sasaran” ujar Amalyos.
Ia juga menambahkan bahwa selama 3 tahun koordinasi yang dilakukan Kemenko Marves telah disusun roadmap LTSHE.
“Masyarakat yang menerima LTSHE adalah masyarakat yang tidak mampu dan tidak ada akses listrik” tambah Amalyos.
Kegiatan
monitoring dan evaluasi program LTSHE sebelumnya telah dilakukan di
sejumlah wilayah yang belum terelektrifikasi. Pemilihan wilayah Bayan,
Kabupaten Lombok Utara sebagai penerima bantuan bukanlah tanpa sebab.
“Saya
tahu persis kalau di Bayan itu panasnya minta ampun dengan sinar
matahari yang sangat terik. Kalau begitu, kenapa tidak dimanfaatkan
potensi yang ada” jelasnya.
Asdep
Amalyos kemudian menuturkan bahwa panas teriknya daerah Bayan bukan
merupakan kekurangan namun kelebihan karena pengaplikasian energi sinar
matahari ini bisa dilakukan.
"Kami
bersyukur saat ini masyarakat Desa Bayan sudah terakses fasilitas
LTSHE, bantuan dari pemerintah yang sebelum program ini, sekitar 3 tahun
lalu masyarakat belum terakses (listrik)," terang Sekretaris Kecamatan
Bayan, Muhammad Hasan Basri.
Basri
kemudian menjelaskan bahwa pemasangan LTSHE di desanya sejak tahun 2017
dengan penerima bantuan sebanyak 135 unit yang tersebar di 13 dusun
dalam wilayah Bayan. Dirinya menambahkan bahwa Desa Bayan berlokasi di
lereng Gunung Rinjani dengan jumlah jiwa sekitar 6.000 orang dan jumlah
Kepala Keluarga (KK) sekitar 1.800 KK.
“Harapan
ke depan yang jelas kami akan tetap berkoordinasi terkait program
seperti ini. Kalau terjadi kerusakan kami akan membantu berkomunikasi
unuk menyampaikan” harap Hasan Basri.
Terkait
penanganan kerusakan, Kepala Seksi Pelaksanaan Pengawasan Pembangunan
Infrastruktur Panas Bumi dan Bioenergi, Galan Jaesa Perdana,
mengungkapkan, LTSHE ini garansinya 3 tahun, jadi mohon pemerintah desa
membantu apabila ada warganya yang instalasinya ada kerusakan untuk
melakukan klaim perbaikan atau klaim pergantian. Nanti kontraktor
penyedia akan mendirikan (service center).
Sementara
itu, terkait perawatan ke depannya, Amalyos menyampaikan bahwa pada tim
evaluasi dan monitoring ke Lombok, pihak provider juga turut
mendampingi. Mereka diwajibkan memiliki jaminan purna jual sehingga
harus memiliki kantor perwakilan apabila ada keluhan maka sewaktu-waktu
dapat langsung diperbaiki.
“Tapi selama ini so far so good lah” tandas Amalyos.
“Kami
optimis jika pemerintah bisa fokus masih ada sumber daya yang bisa kita
manfaatkan untuk didorong lagi untuk bisa menghasilkan energi listrik
dengan demikian kebutuhan masyarakat akan listrik bisa terpenuhi”
terangnya.
Amalyos
menambahkan bahwa selain LTSHE, pemerintah juga mendistribusikan PJUTS
(Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya). "Harapan kami semoga masyarakat
juga menjaga fasilitas umum agar dapat dimanfaatkan bersama".
Kepala
Bidang Sumber Daya Non Konvensional, Kemenko Maritim Fatma Puspita Sari
menambahkan bahwa untuk daerah-daerah yang sulit dijangkau sebenarnya
punya potensi energi primer yang dapat dimanfaatkan.
"Bila
ada sungai, kita bisa kembangkan menjadi pembangkit listrik mini atau
mikrohidro, angin bisa jadi tenaga bayu, atau hybrid berupa kombinasi
matahari dan angin, seperti yang sudah dipasang di Cilacap. Banyak
potensi yang dapat dikembangkan, tidak hanya untuk meningkatkan
ketahanan energi. Yang paling penting masyarakat langsung menerima
manfaatnya," pungkasnya. (Rep9)